Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Mendukung Layanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas Se-Jawa Barat

Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Wilayah Jawa Barat telah menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Peran Psikolog Klinis dalam Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas se-Jawa Barat. Kegiatan dilaksanakan pada Hari Jumat, 9 Mei 2025, bertempat di Gedung Sate, Kota Bandung, dan juga melalui platform Zoom Meeting.

Acara ini dihadiri oleh H. Erwan Setiawan, S.E. (Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat), Dr. Drs. Herman Suryatman, M.Si. (Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat), dr. Maria Endang Sumiwi, MPH. (Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes RI), ⁠Dr. Sundoyo, S.H., M.K.M., M.Hum. (Ketua Majelis Disiplin Profesi), ⁠Megawati Santoso, Ph.D. (Anggota Pimpinan Konsil Kesehatan Indonesia), ⁠Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., Psikolog (Ketua Kolegium Psikologi Klinis) dan dr. Vini Adiani Dewi, MMRS (Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat).

Ketua III Bidang Kemitraan IPK Indonesia, Dra. Ratih Ibrahim, MM., Psikolog menjadi moderator kegiatan ini, dengan sambutan dari Ketua IPK Indonesia Wilayah Jawa Barat sekaligus Ketua Panitia kegiatan ini, yaitu Amalia Darmawan, M.Psi., Psikolog dan Ketua Umum IPK Indonesia yaitu Dr. Retno Kumolohadi, M.Si., Psikolog.

Ketua IPK Indonesia Jawa Barat, Ibu Amalia mengungkapkan bahwa Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak namun belum memiliki layanan psikolog klinis di puskesmas. Sebaran psikolog klinis di Jawa Barat pun masih perlu dikelola dan difasilitasi oleh pemerintah daerah secara merata agar akses layanan kesehatan jiwa lebih mudah dijangkau di seluruh wilayah.

IPK Indonesia Wilayah Jawa Barat mendukung fakultas psikologi khususnya yang berada di Wilayah Jawa Barat untuk memproduksi psikolog klinis yang memenuhi standar kompetensi sebagaimana ditetapkan oleh Kemenkes. Hal ini menjadi penting karena pemerintah telah mengamanahkan puskesmas untuk dapat menangani empat jenis gangguan kejiwaan, yaitu depresi, gangguan kecemasan, psikotik ringan, dan bipolar.

Ibu Amalia mengajak semua pemangku kepentingan melalui acara sosialisasi ini dapat memperkuat kolaborasi lintas sektor demi mewujudkan layanan kesehatan jiwa yang lebih baik bagi seluruh masyarakat di Jawa Barat.

Sejalan dengan Ibu Amalia, Ketua Umum IPK Indonesia, Ibu Retno Kumolohadi juga menegaskan bahwa Psikolog Klinis adalah profesi yang tidak terpisahkan dari upaya kesehatan jiwa di masyarakat. Psikolog klinis harus tunduk pada aturan perundangan bidang kesehatan, yaitu UU No. 17 Tahun 2023 serta turunannya karena telah dikecualikan dalam UU PLP.

Terbitnya Permenkes No 19 Tahun 2024 menyatakan bahwa psikolog klinis menjadi tenaga kesehatan esensial di puskesmas. Hal ini menjadi era baru dimana kesehatan jiwa masyarakat tidak lagi menjadi kemewahan yang hanya bisa dinikmati oleh segelintir masyarakat.

Dalam sambutannya, Dr. Drs. Herman Suryatman, M.Si. selaku Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat mengajak psikolog klinis dalam Ikatan Psikolog Klinis Indonesia tampil di depan bersama dengan Pemda Provinsi Jawa Barat, khususnya dalam meningkatkan kesehatan psikologi klinis masyarakat Jawa Barat.

Pada kesempatan ini juga hadir Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes RI, yaitu dr. Maria Endang Sumiwi, MPH. Menurut Ibu Endang, masalah kesehatan jiwa merupakan masalah yang cukup kompleks, dari sebelum lahir sampai lansia, ada beberapa pendekatan mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dapat dibantu oleh psikolog klinis. Khususnya untuk promotif dan preventif, Psikolog Klinis dapat mulai duluan tanpa harus menunggu formasi baru di fasyankes.

H. Erwan Setiawan, S.E. selaku Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat menegaskan komitmen Pemerintah Jawa Barat untuk terus mendukung agar layanan kesehatan jiwa tersebar merata di karena merupakan hak semua warga tanpa kecuali. Harapannya pada tahun depan, 300-500 puskesmas di Jawa Barat memiliki psikolog klinis.

Anggota Pimpinan Konsil Kesehatan Indonesia, yaitu Ibu Megawati Santoso, Ph.D. menyampaikan bahwa Menteri Kesehatan telah menyetujui psikolog klinis di level 7 KKNI, khususnya di puskesmas, dan diberi 30 kewenangan klinis, serta kemampuan untuk mengatasi 30 masalah yang selalu ada di puskesmas.

Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., Psikolog selaku Ketua Kolegium Psikologi Klinis menambahkan bahwa Kolegium Psikologi Klinis memiliki tugas utama untuk menyusun standar kompetensi sehingga psikolog klinis dapat memberikan pelayanan yang baik, benar, berkualitas dan bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Kolegium juga akan mempersiapkan standar kompetensi untuk psikolog klinis level 8 dan level 9, yang di dalamnya ada psikolog klinis spesialis untuk anak dan remaja, spesialis psikologi klinis untuk dewasa dan lanjut usia, kemudian juga untuk keluarga dan komunitas, dan juga untuk forensik.

Pemateri terakhir adalah Ketua Majelis Disiplin Profesi, yaitu Bapak Dr. Sundoyo, S.H., M.K.M., M.Hum. yang mengingatkan adanya pasal-pasal di UU Kesehatan terkait sanksi seseorang yang melakukan praktik tanpa memiliki SIP, juga pimpinan yang mempekerjakan tenaga medis dan atau tenaga kesehatan yang tidak mempunyai SIP dapat dikenakan sanksi pidana penjara 5 tahun dan denda.

Beliau juga mengingatkan bahwa PP No. 28 Tahun 2024, ada pasal 742 terkait penambahan kompetensi tenaga medis atau tenaga kesehatan, sehingga jika di suatu faskes tidak memiliki psikolog klinis, maka jangan digantikan dengan tenaga lain yang bukan tenaga kesehatan agar tidak menyalahi aturan dan dikenakan pidana. Tenaga medis dan tenaga kesehatan yang ada dalam faskes bisa ditambahkan kompetensi melalui pelatihan agar dapat melakukan pelayanan gangguan kejiwaan.

Sebagai penutup acara, Ibu Ratih Ibrahim mengharapkan dengan adanya kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman bersama semua pihak terkait tentang peran strategis psikolog klinis dalam penguatan pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas, khususnya untuk Masyarakat Jawa Barat.

Tulisan Terkait